Jumat, 02 April 2010

Wanita dan Kehidupannya dalam Politik

Saat ini,perdebatan mengenai peran wanita dalam kehidupan politik masih mengundang banyak pro dan kontra.Agama dan adat selalu menjadi alasan utama mengapa wanita selalu dipersulit dalam kehidupannya didunia politik.Contohnya saja di wilayah utara Nigeria, kegiatan utama perempuan adalah mengurus rumah tangga dan keluarga. Jarang sekali orang tua yang menyiapkan anak perempuannya untuk kuliah di perguruan tinggi. Banyak perempuan yang akhirnya tidak percaya diri dan tidak cukup memiliki pengetahuan untuk memasuki kancah politik. Banyak laki-laki dan juga perempuan Nigeria memandang bahwa perempuan bukanlah bagian dari politik. Banyak politisi laki-laki juga menggunakan segala cara agar politisi perempuan saingannya tidak menduduki posisi penting.

Hal ini dapat kita pelajari juga dari Chusnul Mariyah (mantan anggota KPU, politikus perempuan) dan dari tulisan Wan Azizah (politikus perempuan di Malaysia) bahwa ada beberapa hambatan peran serta dari perempuan dalam politik :
1.Beban Ganda
perempuan dituntut berperan ganda di rumah dan di luar rumah.
2.Sistem di partai politik
parpol belum sepenuhnya akrab dengan perempuan sebagai pemimpin
sedangkan, di parpol, biasanya dalam pertemuan-pertemuan besar yang sering diajak cuma ketua DPD beserta wakilnya, sedangkan perempuan jarang yang terpilih jadi ketua DPD.
3.Lingkungan yang tidak bersahabat untuk perempuan
keberadaan perempuan didalam politik seringkali dicibir
sekarang juga mungkin perempuan dalam parlemen dicibir "hanya memenuhi kuota saja".
4.Pandangan bahwa "politik itu kotor"
anggapan politik itu kotor dan berbahaya tentu menjadi hambatan tersendiri karena mengurangi minat perempuan yang berkompeten untuk maju sebagai politikus.

Dalam sejarah islam sendiri, wanita telah melibatkan diri dalam dunia politik sebelum nabi Muhammad SAW diutus menjadi Nabi dan Rasul yang terakhir.Keagungan Ratu Bilqis yang memerintah Kerajaan Saba’ sudah cukup membuktikan peranan wanita dalam berpolitik pada saat itu.Hal ini secara tiddak langsung tergambar dalam Surah Al Naml :23
“Sesungguhnya aku (Nabi Sulaiman a.s) menjumpai seorang wanita (Ratu Bilqis) yang memerintah mereka,dan dia dianugerahkan segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar”

Selain itu,wanita juga perberan penting dalam keputusan politik ketika zaman Rasulullah SAW, yaitu pandangan Ummu Salamah dalam peperangan Hudaybiyyah.Keputusan Baginda Rasulullah SAW, membenarkan kaum wanita membantu kaum lelaki dalam peperangan.

Pro dan Kontra
Dalam hal ini, wanita memang merupakan obyek yang sangat sensitif untuk diperbincangkan,wanita selalu dijadikan sumber permasalahan, kasus-kasus pornoaksi, foto-foto fulgar, selalu wanita yang dijadikan obyek permasalahan.Namun, dalam hal ini terdapat dua pemikiran pro dan kontra mengenai kehidupan wanita dalam dunia poltik.

Menurut pandangan yang pertama (antaranya yang dikemukakan oleh al-Mawardi) wanita tidak diperbolehkan menjadi mentri khususnya yang melibatkan keputusan negara karena sifat jabatan ini yang hampir sama bidangkuasanya dengan kepala negara yaitu membuat keputusan yang melibatkan rakyat seluruhnya.Apabila seorang Kepala Negara tiada, tanggung jawab pemimpin Negara akan jatuh kepada Mentri-Mentrinya.Hal ini diperkuat dengan adanya nas-nas Al Qur’an yaitu sebagaimana firmanNYA :

“Kaum lelaki itu adalah pemimpin kaum perempuan”

Selain dari nas di atas, para ulama juga menguatkannya dengan hadist Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah tentang anak perempuan Kisra yaitu buran yang menjadi Raja Parsi.

“Dari Abu Bakrah, beliau berkata: Sesungguhnya Allah telah member manfaat kepadaku dengan suatu kalimat di hari al-Jamal selepas aku berpenat bersama ahli-ahli al-Jamal dan aku berperan bersama mereka, tatkala telah disampaikan berita kepada Nabi saw : Tidak akan mencapai kemenangan (kejayaan) selam-lamanya sesuatu kaum yang melantik wanita untk memimpin urusan mereka.”

Pandangan yang kedua (antara dikemukakan oleh Ibn Hazm) berpendapat bahwa wanita boleh menduduki jabatan mentri atau jabatan lain selain menjadi Kepala Negara karena tidak ada nas atau dalil yang jelas menghalang penglibatan tersebut.Menurut beliau, hadist yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah hanya merujuk pada jabatan sebagai Kepala Negara .Pandangan ini juga diperkuat dengan adanya Firman Allah :

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong dari sebagian yang lain.Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf dan melarang kemungkaran.”

“...para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf”. (al-Baqarah : 228)

"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (Ali-Imran : 195)
Selain itu, jawaban mengapa wanita itu perlu ada dalam dunia politik yaitu, karna hanya para wanita yang paling memahami paling baik mengenai harga sembako yang sesuai, masalah rumah tangga (keluarga), dan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur.Hanya wanita yang paling memahami apa yang harus dilaukan,kbijakan apa yang harus dikeluarkan terhadap kasus-kasus seperti itu.Kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur misalnya, para wanita diparlemen bisa menggunakan insting ke”ibu”an mereka untuk mengatasi hal-hal seperti ini.


Daftar Pustaka
*. Sosial Budaya.Perempuan dalam kancah Politik Nigeria.5 Oktober 2009
*. Wan Azizah, "Perempuan dalam Politik : Refleksi dari Malaysia"
*. Al Bukhari, Sahih Al Bukhari, Beirut: Dar a-Ma’firah, juz.13,hal.126,hadist no.4425

Selasa, 29 Desember 2009

Akankah Media Massa Bersikap Netral ?

Tidak.Media Massa tidak akan pernah bisa bersikap netral ataupun obyektif karena masing-masing mempunyai kepentingan tersendiri.Misalnya para wartawan yang hanya mementingkan boomingnya berita tanpa memperdulikan kepentingan orang yang diberitakan.Mereka yang hanya mengedepankan larisnya berita yang mereka keluarkan dengan menggunakan judul-judul atau headline yang menghebohkan dan komersiil.Dennis McQuail seorang pakar komunikasi massa bahkan menunjuk bahwa factor komersial sangat mempengaruhi industry pers.
Contoh lain ketika adanya paparazzi, bukankah hal tersebut menjadikan orang yang menjadi subyeknya malah merasa tidak bebas dalam melakukan segala aktivitasnya? Sesuatu yang seharusnya urusan individu/pribadi seseorang malah menjadi konsumsi semua orang.Contoh lain adalah ketika seorang wartawan yang mewawancarai anak kecil yang baru saja mengalami trauma setelah terjadi bencana alam misalnya.Tsunami,seharusnya secara etika hal tersebut tidak diperbolehkan mengingat kondisinya yang masih labil.Wartawan baik reporter maupun redaktur pastilah bersikap subyektif dalam menjalankan praktek-praktek jurnalistik.Mereka tidak mungkin bisa obyektif dalam pemberitaannya, meskipun telah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa obyektif.Setiap kata, kalimat atau paragraf dalam laporannya pasti bersifat subyektif.Dalam membuat suatu laporan, wartawan senantiasa terbentur keterbatasan penguasaan bahasa yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh latar belakang pengalamannya, lingkungannya, pendidikannya, serta masih banyak faktor-faktor lainnya.
Sedikitnya ada lima faktor yang menyebabkan media massa sulit untuk memenuhi berita yang netral dan obyektif.Diantaranya yaitu :
1. Media massa tidak mempunyai agenda setting yang jelas, sehingga dalam melakukan liputan berita lebih melihat realitas yang muncul kepermukaan (politik,ekonomi,hukum,kriminalitas,olahraga,dll).Perlakuan yang lebih bersifat pada kepentingan person wartawan tidak dikontrol oleh kebijakan redaksi, karena memang tidak adanya perencanaan yang matap atau agenda setting dari media.Agenda setting biasanya dipengaruhi oleh faktor internal media, misalnya factor ideology atau idealis, serta factor eksternal yakni kepentingan pasar dan kenyataan politik.
2. Kemajuan Teknologi Informasi, telah mendorong perkembangan media massa dengan pesatnya sehingga memungkinkan dijadikan ajang bisnis.Sadar atau tidak, redaksi media massa ikut terpengaruh oleh lmbaga (bagian) “ekonomi” dalam struktur internal media massa, seperti lembaga periklanan dan pemasaran koran.Karena pemasang iklan tertentu biasanya ikut diservis dengan berita, atau karena membeli surat kabar dalam jumlah tertentu maka dapat dibarter dengan berita tertentu pula.
3. Media massa memiliki keterbatasan sumber daya manusia.Redaktur dan wartawan masih rendah pemahaman soal pentingnya netralitas pemberitaan.Akibatnya, berita yang bersikap tidak netral dalam surat kabar daerah tidak disadari sepenuhnya oleh wartawan maupun redaktur bahwa berita tersebut tidak netral atau tidak obyektif.
4. Ketergantungan wartawan media massa terhadap narasumber sangat tinggi.Faktor ini menyebabkan narasumber yang pro aktif mengkomunikasikan keinginan-keinginan politiknya dengan wartawan akan diuntungkan oleh media.Sebaliknya, narasumber yang tidak pandai berkomunikasi dengan wartawan maka tidak akan diperhatikan oleh wartawan sehingga tidak mendapat porsi pemberitaan seperti yang diharapkan.Di daerah masih banyak orang, termasuk elit politik, yang belum menganggap berita surat kabar sebagai hal yang strategi untuk membangun citra politiknya secara baik.
5. Wartawan yang mempunyai kedekatan personal dengan orang (pejabat, tokoh, aktivis,dll) atatu lembaga (pemerintah,swasta,organisasi,perguruan tinggi,dll) ayng ada di wilayahnya.
Menurut Agus Sudibyo (2001) bahwa media bukanlah ranah yang netral dimana berbagai kepentingan dan pemaknaan dari berbagai kelompok akan mendapatkan perlakuan yang sama dan seimbang.
Meski publik telah mengetahui kosa kata “obyektif” terus melekat pada sosok media, namun perlu diketahui bahwa apa pun realitas yang terjadi ditengah masyarakat akan memiliki sudut pandang yang bisa jadi berbeda bahkna bertolak belakang antara pandangan media dengan masyarakat.
Dengan memiliki kecermatan tersendiri membaca informasi dari media, masyarakat akan semakin cerdas dan jeli memandang dan menyikapi setiap persoalan (realitas) yang hadir.Dalam hal ini media memang mampu berperan mendefinisikan realitas.Akibatnya, sering terjadi tarik-menarik antara media massa versus masyarakat tentang realitas dan kebenaran yang melekat didalamnya.
Terdapat dua makna realitas yakni realitas media dimana kenyataan yang ada di media merupakan realitas atau kenyataan bikinan atau rekayasa, yang amat dipengaruhi kualitas jurnalis sebagai ujung tombak media dalam memotret kenyataan yang ada di masyarakat.
Masyarakat kadang menyangsikan kenyataan yang ada versi media karena memang media memiliki sudut pandang yang bisa jadi berbeda dengan anggota masyarakat.Realitas riil dimana merupakan realitas yang sesungguhnya terjadi sebagaimana penglihatan telanjang masyarakat atas isi sebenarnya dari sebuah peristiwa.
Sebagai contoh, perusahaan tivi swasta ANTV yang kita ketahui milik pengusaha terkenal sekaligus elit politik yaitu Bakrie.Dalam penyampaian berita, opini, ataupun segala informasi yang ada pastilah pihak ANTV tidak akan memberitakan segala sesuatu yang berhubungan dengan berita-berita yang menjelek-jelekkan atau berita yang bisa membuat citra Bakrie tercoreng.Kemudian jika kita melihat kasus GAM di Aceh.Kita bisa melihat perbedaan Media Massa dalam penyampaian beritanya, Republika dengan KOMPAS.Ketika para pelopor GAM dalam Republika mereka menulisnya sebagai para JIHAD.Sedangkan dalam KOMPAS mereka menulisnya dengan TERORIS.Hal ini memang bergantungdari sudut pandang mana penulis berita berpihak.
Sebaiknya dalam komunikasi politik atau pers di Indonesia harus berjalan sesuai dengan UU yang berlaku, yaitu UU No. 40/1999 tentnag pers :
1. Menginformasikan (to inform)
2. Mendidik (to educate)
3. Menghibur (to entertain)
4. Pengawasan Sosial (soial control) pengawas perilaku publik dan penguasa.
Menurut Denis McQuail bahwa media massa harus bersifat independen (mandiri) dan harus melakukan fungsinya dalam lingkungan kompetensi profesional.Media berusaha melindungi atau memperbesar lingkup otonominya dalam kaitannya dengan sumber akhir kekuasaan politik dan ekonomi dengan mengembangkan sikap obyektif, terbuka, netral, dan menyeimbangkan sehingga menciptakan “jarak” dari kekuasaan tanpa menimbulkan konflik. (McQuail 1987 ; 276).



Daftar Pustaka

- http://frirac.multiply.com
- Teori Komunikasi – Brawijaya Forum
- Suara Merdeka, 11 Oktober 2005
- Atwar Bajari’s Blog
- Mulyanto Utomo, Prasangka,Praduga dan Asumsi Terhadap Pers.8 Desember 2008
- Opini Bebas Indonesia, Kesalehan Media. 18 Oktober 2009

Kekuasaan Politik

Apabila kita berbicara tentang kekuasaan politik, pasti yang terbayang dalam otak kita adalah wewenang, Negara, pemerintahan, kebijakan, dll.Sebelum membahas pengertian kekuasaan politik, ada baiknya kita membahas terlebih dahulu pengertian kekuasaan dan politik itu sendiri. Saya sendiri mendefinisikan bahwa kekuasaan merupakan sebuah wewenang untuk mengatur orang lain,karena memang manusia itu sendiri pada dasarnya mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas.Manusia selalu merasa tidak puas, demi tercapainya kebutuhan itu, manusia membutuhkan kekuasaan atas orang lain untuk memudahkan dalam pencapaian kebutuhannya tersebut.Seperti yang didefinisikan oleh Prof. Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik berpendapat bahwa : “ Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atai sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau sekelompok lain sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu”.
Syeikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury mendefinisikan kekuasaan dalam bukunya Sirah Mabawiyah hal 46-47 : “Kekuasaan di Hijaz dimata bngsa Arab atau disebut dengan istilah kepemimpinan agama, bahwa sebenarnya kekuasaan itu merupakan campuran antara unsur keduniaan,pemerintahan, dan agama.Mereka berkuasa ditanah suci dengan sifatnya sebagai kekuasaan yang mengurus peziarah ka’bah dan pelaksana hukum syariat Ibrahim.Mereka mempunyai batasan masa jabatan dan bentuk-bentuk pemerintahan yang menyerupai sistem parlemen pada zaman sekarang”.
Kemudian jika kita membahas tentang pengertian politik,salah besar jika plotik hanya ada pada sistem pemerintahan saja.Poltik juga ada dalam berbagai aspek kehidupan .Misalnya, dalam Ilmu Sejarah, Ilmu Sosial, bahkan dalam Agama Islam.
Oleh Prof. Miriam Budiardjo dalam bukuya Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, bahwa : “Sarjana Ilmu Politik meneropong kejadian-kejadian di masa lampau (Ilmu Sejarah) biasanya mereka lebih memilih untuk melihat ke depan (future oriented): Bahan mentah yang disajikan oleh ahli sejarah, teristimewa sejarah kontemporer, oleh sarjana Ilmu Politik hanya dipakai untuk menemukan pola-pola ulangan (recurrent patterns) yang dapat membantu untuk untuk menetukan proyeksi dimasa depan”.Oleh karena itu memepelajari ilmu sejarah merupakan suatu keharusanjuga agar kita bisa belajar dari masa lalu dan kemudian berorientasi ke depan supaya tidak terjadi kesalahan yang sama.
Politik dengan Ilmu Sosial mempunyai hubungan yang erat, Ilmu Sosial merupakan Ilmu yang mempelajari tentnag masyarakat atau kelompok.Dalam sebuah kelompok atau masyarakat pasti ada pihak yang memimpin dan ada pihak yang dipimpin.Bagi pihak yang memimpin, haruslah ia mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk mengambil keputusan atau kebijakan bersama.Pengambilan keputusan itulah seorang pemimpin harus bisa beorientasi kedepan untuk memikirkan manfaat dan dampak dari sbuah keputusan atau kebijakan tersebut.
Risalah Musykilatuna fi Dau’ An-Nizham Al- Islamiy: Nizham Al Hukum (Risalah Persoalan Kita dalam Perspektif Islam: Sistem Hukum).Pemikiran politik dalam agama islam adalah untuk mengatus semua urusan manusia yang mengarahkan mereka ke jalan yang lurus berdasarkan syariat Allah SWT.Oleh sebab itu, barang siapa beranggapan bahwa agama atau dengan ungkapan yang lebih khusus: Islam tidak bersentuhan dengan Politik, atau bahwa politik bukan dari ajarannya, maka orang itu telah menzalimi dirinya sendiri dan menzalimi ilmunya tentang Islam.Saya tidak mengatakan “mnezalimi islam“, sebab Islam merupakan syariat Allah SWT.Islam tidak mendatangkan kebatilan,dari depan maupun belakangnya.Negara Islam tidak tertegak kecuali diatas landasan dakwah, sehingga ia merupakan Negara misi, tidaksekedar sosok administrative dan bukan pula pemerintahan materi yang beku dan kosong tanpa jiwa didalamnya.
Pada umunya politik adalah kegiatan-kegiatan dalam suatu kelompok manusia guna mencapai tujuan (biasanya dalam suatu Negara) dngan berorientasi ke depan serta memikirkan segala efek dan dampak dari pencapaian tujuan tersebut bagi masyarakatnya.David Easton dalam buku The Political System : “Ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijakan umum”.Menurutnya “ Kehidupan Politik mencakup bermacam-macam kegiatan yang mempengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang yang diterima oleh suatu masyarakat dan yang mempengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu.Kita berpartisipasi dalam kehidupan politik jika aktivitas kita ada hubungannya dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk suatu masyarakat”.
Dalam politik,dikenal adanya istilah tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi.Sebagai contoh, kasus Megawati-SBY.Terjadi ketika SBY yang awalnya menjadi mentri dibawah kepemimpinan Presiden Megawati,SBY mengundurkn diri bahkan mencalonkan diri sebagai calon presiden Indonesia peride 2004-2009 yang pada akhirnya SBY justru mneggantikan kursi kepemimpinan Presiden Megawati.
Setelah kita membahas kekuasaan dan politik itu sendiri.Maka kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (Pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai denagn tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri.
Ketika muncul pertanyaan siapakah yang melalkukan kekuasaan politik itu? Masyarakat umum biasanya beranggapan bahwa yang berkuasa dalam polyik yaitu mereka yang mempunyai kekuasaan dalam Negara/yang mempunyai kursi dipemerintahan.Mereka yang duduk dikursi DPRD misalnya, sesuai dengan UUD pasal 18 (2),bahwa DPRD mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.Kemudian DPR, yang memegang kekuasaan membentuk UU (pasal 20 ayat 1).Nmaun tudak berarti juga masyarakat tidak mempunyai kekuasaan politik dalam Negara, tetapi kekuasaan politik masyarakat itu secara tidak langsung dalam Negara.Contohya dalam hal keuangan.Presiden mengajkan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwalikan Daerah (DPD).Dimana DPD merupakan perwakilan dari suara masyarakat daerah (sesuai dengan pasal 23 ayat 2).Atau dalm bentuk perilaku politik misalnya, masyarakat memilih secara langsung calon presiden, mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah lewat media massa, atau bahkan ikut aktif dalam suatu partai politik.
Mengapa banyak orang yang berambisi dalam kekuasaan politik? Karena kekuasaan politik erat kaitannya dengan status sosial yang identik dengan dihormati dan disegani.Ketika seseorang mencapai status sosial yang tinggi dan ia mempunyai kekuasaan politik, ia akan merasa berhak untuk mengatur orang-orang yang berada dibawah status sosialnya.Hal inilah yang menyebabkan banyak para pejabat yang sudah mempunyai kekuasaan politik tidak mau melepaskan jabatannya.Karena ketika ia turun jabatan, ia akan merasa haus akan kekuasaan.Ia ingin kembali mempunyai kekuasaan politik, ingin kembali mempunyai status sosial yang tinggi, yang disegani dan dihormati.
Ketika kita berbicara kekuasaan politik, maka kita akan membahas bahwa kekuasaan politik itu identik dengan kegiatan-kegiatan atau usaha-usaha memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan.Seperti yang dikatakan oleh Dr. Ari Pradhanawati Dosen Ilmu Sosial Jurusan Adm.Bisnis Reguler 2 UNDIP, bahwa : Status sosial itu mahal harganya.Karena dalam proses memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan politik, diperlukan tenaga, pikiran dan materi.Sebagai contoh ketika seseorang mencalonkan diri sebagai anggota DPR (memperebeukan kekuasaan politik),maka ia harus siap memikirka visi dan misi bagaimana mensejahterakan masyarakat yang tidak sekedar janji-janji belaka.Selain itu materi, dalam sosialisasi pengenalan diri kepada masyarakat, ia harus mengeluarkan materi yang tidak sedikit.Misalnya sdengan membuat poster-poster dispanjang jalanan, memberikan bantuan-bantuan tunai maupun berupa barang-barang kebutuhan pokok masyarakat dll.Kemudian setelah ia menjadi DPR, ia kan berusaha untuk tetap dalm posisinya (mempertahankan kekuasaan politik).Digabarkan oleh Dr. Ari Pradhanawati, bahwa : “Para pejabat itu ibarat nitih motor nanging mrebs mili”.Nitih motor mempunyai makna bahwa para pejabat tinggi Negara yang mempunyai kekuasaan politik, mereka menikmati segala fasilitas yang memadaia yang telah disediakan oleh pemerintah (rumah dinas,mobil,dll).Namun mrebes mili, yaitu ketika mereka memikirkan semua hutang-hutang yang harus dikembalikan, apalagi jika terkena kasus korupsi,belum mereka juga harus berfikir bagaimana agar ia tetap dalam posisinya sebagai pejabat,dll.
Untuk menjawab kapan dan dimana kekuasaan politik, adalah dalam semua elemen kehidupan.Secara disadari atau tidak,dalam kehidupan kita sehari-hari pasti terjadi kekuasaan politik.Kpanpun dan dimanapun.Tidak hanya mencakup kegiatan pemerintahan Negara saja,namun dalam kehidupan sehari-haripun terkdang tanpa kita sadari terjadi kekuasaan politik, baik yang berdampak nyata maupun yang berdampak laten.

Peran Media Massa

Media massa (Mass media) adalah chanel, media/medium, saluran, sarana atau alat yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa, yakni komunikasi yang diarahkan kepada oang banyak (channel of mass communication).Komunikasi massa sediri merupaa kependekkan dari komunikasi melalui media massa (communicate with media).Untuk masa sekarang, partisipasi new media (media interaktif) sebagai bentuk balik dari media konvensional dirasa lebih memberi kekuatan untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat.
Media massa juga memiliki peranan yang signifikan dalam kehidupan kita sehari-hari.Denis McQuail (2000 : 4) mengatakan bahwa dalam ranah politik, media massa mampu berperan sebagai elemen yang penting guna menciptakan tatanan masyarakat yang demokratis.Media massa berperan sebagai raena atau ruang debat dan penyebarluasan berbagai macam informasi atau opini yang berguna bagi kehidupan masyarakat itu sendiri .Media massa juga kini dilihat sebagai salah satu kekuatan yang memiliki fungsi legitimasi di dalm dunia politik.Oleh karenanya , jangan heran jika kini banyak politisi yang berusaha menyebarkan pengaruhnya melalui kekuatan media massa.
Media massa seringkali dipandangsebagai alat kekuasaan yang efektif karena kemampuannya untuk membujuk pendapat dan anggapan serta mendefinisikan dan membentuk persepsi terhadap realitas.Apapun yang terjadi bisa dbentuk bahkan diatur dan selanjutnya disebarluaskan media ke dalam berbagai relung kehidupan anggota masyarakat sehingga akan mempengaruhi setiap ide dan pandangannya tentang sesuatu yang terjadi.
Misalnya, ketika menjelang PILKADA biasanya banyak tersebar dan terpasang pamflet serta poster foto calon-calonnya.Mereka mencantumkan sebuah imej yang baik dalam kampanye mereka.Seperti menyebutkan bahwa nomor sekian adalah tokoh yang anti korupsi, membela rakyat kecil,dll.Dalam politik,hal ini disebut dengan istilah “Marketing Politik”, yaitu menciptakan sebuah imej yang baik dimata orang demi tercapainya kekuasaan politik.Dalam hal ini fungsi media massa adalah sebagai agen sosialisasi politik kepada masyarakat.
Walhasil, dinamika yang terdapat di masyarakat sebagai sebuah keniscayaan membutuhkan media lebih sebagai instrument mediasi maupun fasilitasi beragam transaksi komunikasi lengkap dengan isinya.Dinamika tesebut dihadapan media dikenal dengan realitas.Sejalan dengan gagasan Denis McQuail (1996 ; 52), media memiliki peran mediasi (penghubung) antara realitas sosial yang obyektif dengan pengalaman pribadi sesorang.
Secara sosial dan psikis, masyarakat diuntungkan oleh adanyamedia massa.Keuntungan yang dapat diperoleh di antaranya (Bucy, 2002):
1. peluang untuk menunjukkan jati diri sebagai pendukung atau penentang.
2. meluasnya peluang untuk berbicara kepada publik
3. bertambahnya proksimitas terhadap elit politik
4. terjalinnya akses politik yang berkesinambungan
terbukanya kesempatan untuk berpartisipasi dalampersoalan kemasyarakatan
Keuntungan lain diterima oleh sistem politik yang sedang dijalankan. Partisipasi media yang demikian secara tidak langsung membantu pemegang kekuasaan untuk mempertahankan persepsi tentang sistem politik yang responsif dan adaptif, yang sejalan dengan mekanisme demokrasi yang diakui dan dikukuhkan. Selain ini, partisipasi media dapat mengembangkan keterbukaan pemerintah tanpa harus memberi beban baru pada sistem itu. Dengan kata lain, partisipasi media memungkinkan untuk mengubah audiens pasif menjadi warganegara yang aktif (dalam politik).
Sedangkan menurut Denis McQuail (1996 ; 58 ) fungsi sosial media massa adalah member informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat :
1. Menunjukkan adanya hubungan kekuasaan,serta memudahkan inovasi, adaptasi dan kemajuan.
2. Memberi informasi serta Korelasi yang bersifat menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan informasi ; melakukan sosialisasi dan membentuk consensus.
3. Memberi informasi tentang hal yang berkesinambungan meliputi peningkatan dan pelestarian nilai-nilai; mengekspresikan budaya dominan dan mengakui budaya khusus.
4. Memberi hiburan untuk meredakan ketegangan sosial, mengalihkan perhatian dan sarana relaksasi
5. Mobilisasi untuk mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, agama dan pembangunan pekerjaan.
Partisipasi media dalam suatu proses politik merupakan hal penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan politik modern.Beragam cara pandang dapat dipakai untuk melihat sisi psitif dan sisi negative peranan media massa.Langkah yang terlihat paling sederhana adalah melihat koverasi berita yang dilakukan media massa terhadap dinamika politik.Dengan pencermatan terhadap hal-hal itu, hal yang segera terlihat adalah kontribusi media massa dalam proses komunikasi politik.


Daftar Pustaka

- http://frirac.multiply.com
- Teori Komunikasi – Brawijaya Forum
- Atwar Bajari’s Blog
- Mulyanto Utomo, Prasangka,Praduga dan Asumsi Terhadap Pers.8 Desember 2008
- Opini Bebas Indonesia, Kesalehan Media. 18 Oktober 2009